Info KangMas – Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) diduga telah mengajukan permintaan kepada platform X (dulu Twitter) untuk menghapus sejumlah unggahan yang membahas isu pertambangan nikel di Raja Ampat serta tragedi Mei 1998.
Berdasarkan pantauan pada Jumat (20/6/2025), sejumlah akun X membagikan tangkapan layar berisi notifikasi dari pihak X tentang adanya permintaan dari Komdigi.
Salah satu akun, @MurtadhaOne1, mengunggah pemberitahuan dari X yang menyatakan bahwa Komdigi menilai kontennya melanggar hukum di Indonesia.
Notifikasi tersebut menyatakan: “Sebagai bentuk transparansi, kami memberi tahu bahwa X menerima permintaan dari Kementerian Komunikasi dan Digital RI terkait konten di akun Anda yang dianggap melanggar hukum di wilayah Indonesia.”
Unggahan yang dimaksud berupa video ulang dari Kompas TV dan Kompas.com mengenai kesaksian korban dan saksi mata kasus pemerkosaan massal dalam tragedi 1998. Video itu diunggah untuk mengkritisi pernyataan Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, yang menyatakan tidak ada bukti kuat tentang pemerkosaan massal di masa tersebut.
Akun lainnya, @perupadata, juga melaporkan menerima notifikasi serupa dari pihak X. Cuitan yang dimaksud menyoroti pernyataan Fadli Zon yang membantah adanya pemerkosaan saat peristiwa Mei 1998.
Hal serupa dialami akun @neohistoria_id, yang disebut diminta menghapus utas berisi kritik terhadap Wiranto, Panglima ABRI saat tragedi tersebut. Konten yang diunggah mempertanyakan peran dan pernyataan Wiranto yang juga menyangkal adanya pemerkosaan saat itu.
Akun milik peneliti Zakki Amali turut dilaporkan menerima permintaan penghapusan konten. Cuitan Zakki membahas isu pertambangan nikel di Raja Ampat, termasuk data bahwa terdapat 22 tambang nikel yang pernah tercatat di wilayah tersebut, mencakup hingga 15% daratan Raja Ampat—belum termasuk tambang batubara.
Zakki menulis hal itu sebagai tambahan informasi terhadap unggahan dari Greenpeace pada Selasa (17/6/2025), yang juga menyoroti permasalahan tambang di wilayah konservasi tersebut.
Pihak media telah mencoba mengonfirmasi kepada Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, mengenai kebenaran dugaan permintaan penghapusan tersebut. Namun, hingga laporan ini dimuat, belum ada tanggapan dari pihak Komdigi.
Sumber: Yohanes Liestyo Poerwoto
Leave a Comment